Media Penjernih Pemikiran Umat

Sabtu, 19 Januari 2019

SISI KEHIDUPAN MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN

SISI KEHIDUPAN MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN


 KELAHIRAN DAN KELUARGA MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN 
Beliau memiliki nama Mu’awiyah bin Abi Sufyan Shakhr bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdumanaf al-Qurasyi. Menjadi salah satu sahabat dan ipar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau juga seorang penulis wahyu dan menjadi Khalifah kaum muslimin. [Lihat Mukhtashar That-hîr al-Jinan wal-Lisân, Sulaiman al-Khirasyi, hlm 27].
Mu’awiyah dilahirkan di kota Mekkah sekitar lima tahun sebelum kenabian. Beliau tumbuh dan terbina di antara kaumnya, Bani Umayyah dengan diliputi kemuliaan dan kekayaan. Keluarga besar Mu’awiyah terkenal dengan ketokohan dan sebagai panglima pada masa jahiliyah. Kakek beliau, Harb bin Umayyah adalah penglima kaum Quraisy dalam perang al-Fijâr. Bapaknya, Abu Sufyân sendiri merupakan satu diantara pembesar Quraisy yang dipercaya kaumnya pada masa jahiliyah dan masuk Islam setelah penaklukan Mekkah. Adapun ibu beliau adalah Hindun binti ‘Utbah bin Rabi’ah bin Abdusy-Syams bin Abdumanaf. Dia termasuk tokoh wanita Quraisy yang terkenal dan masuk Islam bersama suaminya.
Mu’awiyah termasuk pemuda Quraisy yang belajar membaca dan menulis. Saat itu orang yang bisa menulis sangat sedikit. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkatnya sebagai salah satu juru tulis beliau.

KEISLAMAN MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN
Para ulama sejarah memiliki perbedaan waktu keislaman beliau. Seperti halnya Imam an-Nawawi dan Ibnu al-Qayyim menetapkan Mu’awiyah masuk Islam setelah penaklukan Makkah pada tahun kedepalan Hijriyah. Sedangkan Abu Nu’aim al-Ashbahani dan adz-Dzahabi menjelaskan bahwa Mu’awiyah masuk Islam menjelang penaklukan kota Mekkah (fathu Makkah).

Perbedaan ini berdasarkan dari keadaan beliau yang menyembunyikan keislamannya, sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Sa’ad dalam kitab Thabaqat (1/131). Adapun Imam adz-Dzahabi secara pasti menyatakan, Mu’awiyah masuk islam sebelum bapaknya dalam Umrah Qadha`. Dia merasa takut terhadap bapaknya untuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Meski demikian, perbedaan pendapat ini tidak bisa dijadikan alasan untuk mencela Mu’awiyah, dan tidak mengurangi keutamaannya sebagai sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
KEPEMERINTAHANNYA
Mu’awiyah ikut serta memerangi kaum murtad dalam perang Yamamah. Kemudian Abu Bakar mengirimnya ke saudaranya, yaitu Yazid bin Abi Sufyân untuk menaklukan negeri Syam. Pada masa Khalifah Umar bin al-Khathab, beliau mengangkatnya sebagai Gubernur Syam pada tahun 21 H setelah saudaranya, Yazid bin Abi Syufyân wafat. Jabatan ini disandangnya hingga Khalifah Umar bin al-Khathab wafat. Adapun ketika Utsman bin Affân menjadi khalifah, beliau tetap mengangkat Mu’awiyah sebagai Gubernur Syam. Selanjutnya, pasca Khalifah Utsman terbunuh pada tahun 35 H, Mu’awiyah tidak membai’at Khalifah Ali bin Abi Thalib sehingga muncul fitnah yang berkelanjutan selama lima tahun dan terjadilah perang yang terkenal, yaitu perang Shiffin pada tahun 37 H.
Pada tahun 41 H beliau dibai’at menjadi khalifah setelah pengunduran diri al-Hasan bin Ali dari kekhilafahan. Tahun ini dinamakan tahun jama’ah (‘âm al-jama’ah), karena bersatunya kembali kaum muslimin. Pemerintahan Mu’awiyah ini berlanjut hingga wafatnya pada tahun 60 H.

MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN DAN HADITS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Mu’awiyah bin Abi Sufyân termasuk perawi hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal. Disamping meriwayatkan hadits dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia juga meriwayatkan dari saudarinya Ummul-Mukminin, Ummu Habibah, Abu Bakar dan Umar. Diantara tokoh-tokoh yang mengambil hadits dari beliau ialah Abdullâh bin Abbas, Abu Sa’id, Abdullâh bin Zubair, an-Nu’man bin Basyir, Jarir bin Abdillah, Abu Shalih as-Sammân dan sahabat yang lainnya.
Imam adz-Dzahabi menjelaskan hadits-hadits yang diriwayatkan Mu’awiyah dalam Musnad Baqi bin Makhlad berjumlah 163 hadits. Yang dikeluarkan Imam al-Bukhâri dan Muslim secara bersama ada 4 hadits, dan yang diriwayatkan Imam al-Bukhâri tanpa Imam Muslim berjumlah 4 hadits. Adapun yang diriwayatkan Imam Muslim tanpa al-Bukhâri berjumlah 5 hadits.

JIHAD YANG DIIKUTINYA
Mu’awiyah ikut serta dalam jihad bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyaksikan sebagian peperangan tersebut. Diantaranya perang Hunain dan ath-Thaif. Berikut adalah diantara peperangan yang diikuti beliau selama menjadi Gubernur Syam pada zaman Umar dan Utsman, dan saat beliau menjadi khalifah.
1.     Beliau meminta ijin kepada Khalifah Utsman ikut berperang di lautan, yaitu ke Qubrus, dan Allâh memenangkannya. Peperangan ini disampaikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya yang terjemahnya:
Pasukan pertama yang berperang di lautan sungguh telah mengerjakan perbuatan yang berhak mendapatkan syurga. [HR al-Bukhâri, 2924].
  1. Pada Kekhalifahan Mu’awiyah terjadi pengepungan Konstantinopel. Yaitu pada tahun 49 H. Diantara pasukan yang dikirim terdapat para sahabat, diantaranya Ibnu Abbas, Ibnu az-Zubair dan Abu Ayyub al-Anshari.
  2. Pada tahun 54 H terjadi pengepungan kedua atas Konstantinopel dengan panglima Abdullâh bin Qais al-Hâritsi at-Tajibi dengan dibantu Fudhalah bin Ubaid. Lama pengepungan ini berjalan selama enam atau tujuh tahun.
  3. Pada tahun 41 H Mu’awiyah memerintahkan Amru bin al-Ash, Gubernur Mesir untuk memerangi bagian utara Afrika dan memberikan perlawanan kepada Negara Bizantium. Untuk penaklukkan ini Amru bin al-Ash menyiapkan Uqbah bin Naafi’ al-Fihri, dan Uqbah berhasil menaklukan banyak negeri di kawasan Afrika Utara. Kemudian dibangunlah kota al-Qairwaan sebagai pusat penaklukan Islam di Afrika Utara.
  4. Pada masa pemerintahan Mu’awiyah, kaum Muslimin berhasil menaklukan banyak dari negeri Khurasaan dan Sajisitan, seperti kota Bust, Khasyk, Kabul dan lainnya. Penaklukan ini dimulai dari tahun 42-43 H ketika Gubernur Abdullah bin Amir bin Kuraiz mengangkat Abdurrahman bin Samurah bin Habib sebagai panglima penaklukan dan jihad di wilayah ini. Pusat pasukan ditempatkan di kota Marwu dan pasukan dipimpin oleh al-Hakam bin Amru al-Ghifâri.

KEUTAMAAN YANG DIMILIKINYA
Beliau memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1.    Keislamannya.
Para ulama sepakat mengenai keislamannya dan merupakan keutamaan besar baginya. Sikap istiqamahnya ditunjukkan dengan adanya hadits-hadits yang menjelaskan keislamannya, baik yang bersifat khusus maupun umum.
Keistiqamahan Mu’awiyah tidak hanya pada awal Islam dan masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup saja, tetapi terus berlanjut, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menjelaskan keistiqamahan keislaman Mu’awiyah dalam sabdanya:
Sesunggunya anakku ini adalah Sayyid, dan Allâh akan mendamaikan dengan sebabnya antara dua kelompok besar dari kaum Muslimin. [HR al-Bukhâri, no. 2704].

2.    Mu’awiyah adalah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Tentang statusnya sebagai sahabat sangatlah jelas, seperti disampaikan Ibnu Abi Mulaikah:
Mu’awiyah shalat witir satu rakaat setelah Isya, dan disana terdapat maula Ibnu ‘Abbas. Lalu sang maula menemui Ibnu ‘Abbas, maka Ibnu ‘Abbbas berkata: “Biarkanlah, sesunggunya ia adalah sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam “. [HR al-Bukhâri, no. 3746]
3.    Menjadi Juru Tulis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memintanya menjadi penulisnya karena kepandaian dan amanahnnya”.
4.    Mu’awiyah mendapatkan doa dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Ya, Allâh! Jadikanlah ia menjadi orang yang mendapatkan petunjuk dan memberikan petunjuk, dan berilah petunjuk dengannya. [HR at-Tirmidzi dan dishahîhkan al-Albani dalam al-Misykah, no. 623 dan Silsilah ash-Shahîhah, no. 1969].

5.    Mu’awiyah adalah khâl (saudara dari Ummul-Mukminin) dan ipar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Mu’awiyah adalah saudara ummul mukminin istri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ummu Habibah Ramlah binti Abi Sufyân. Berkaitan dengan hal ini, Imam Ahmad berkata: “Mu’awiyah khâl al-mukminin dan Ibnu Umar khâl al-mukminin”. [as-Sunnah, al-Khalâl 2/433].
Demikian sisi lain dari kehidupan sahabat yang mulia Mu’awiyah bin Abi Sufyân. Dia telah mengorbankan hidupnya untuk kejayaan Islam hingga wafatnya dalam usia 80 tahun setelah mengangkat anaknya, Yazid, sebagai putra mahkota. Beliau wafat dan dimakamkan di Damaskus, Suriah pada bulan Rajab tahun 60 H. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari perjalanan hidupnya.
Read More


Tidak ada komentar:

Posting Komentar