Media Penjernih Pemikiran Umat

Sabtu, 15 Desember 2018

MERAWAT KESATUAN WILAYAH INDONESIA #BERITATERKINI



Zaman sekarang penerapan syariah Islam sering dituduh sebagai faktor pemecah belah kesatuan negara Indonesia. Tuduhan yang justru menafikan realitas aksi separatisme dan terorisme. Sebut saja Papua, sebuah wilayah yang basis mayoritas penduduknya bukanlah muslim dan tidak diberlakukan perda syariah di sana. Meski demikian penyematan kelompok terorisme tetap saja tertuju pada kelompok muslim.
Bahkan gelaran 212 yang spektakuler dan berhasil mengumpulkan jutaan orang tanpa aksi kekerasan, penuh kedamaian dan menebar rahmat kasih sayang tidak merubah sedikitpun stigma negatif Islam sebagai agama radikal dan intoleran. Media nasional bungkam, sementara media internasional justru ramai memberitakan.
Contoh terdekat mengenai sebutan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) untuk OPM pimpinan Egianus Kogoya. OPM tidak dikategorikan kelompok teroris, meski membunuh sebanyak 31 pekerja proyek jembatan di jalur Trans Papua di Kali Yigi dan Kali Aurak, Kabupaten Nduga, Papua. Pekerja tersebut merupakan karyawan PT Istaka Karya, salah satu BUMN yang bergerak di bidang konstruksi.
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu pun hanya menyebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bukanlah kelompok kriminal namun kelompok pemberontak. Menhan menilai penanganan mereka bagian dari tugas pokok TNI dan dihadapi tanpa ada negosiasi dengan KKB.
Lain halnya menurut Anggota Komisi III DPR RI, Aboebakar (4/12) menilai pembunuhan ini sudah termasuk tindakan terorisme karena sudah menebar teror dengan membunuh puluhan pekerja. Densus 88 harus punya atensi yang tinggi terhadap persoalan teror tersebut. Sayangnya pandangan pribadi anggota dewan bukanlah representasi kekuasaan.
Hal ini mengingatkan kita pada analisa Haris Abu Ulya tahun lalu (2017). Haris pengamat teroris dan intelijen dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) menilai pelaku penembakan dan penyanderaan warga di Papua tidak bisa dilabeli sekadar Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Ada dimensi politis yang terlihat dari tiga tuntutan mereka seperti yang diungkapkan oleh Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Pertama, bubarkan Freeport. Kedua, militer Indonesia harus ditarik keluar dari Papua dan diganti dengan pasukan Keamanan PBB. Ketiga, Pemerintah Indonesia harus menyetujui pemilihan bebas atau referendum. Artinya rakyat Papua bisa menentukan nasib sendiri.
Kelompok kriminal bersenjata menurut Haris melakukan kegiatannya untuk ekonomi semata, tidak dibumbui dengan unsur politik. Dari tuntutannya KKB/KKSB terindikasi merupakan kelompok yang disokong beragam komponen. Gejala campur tangan asing terbaca dari setiap gejolak di Papua yang selalu diikuti dengan suara dari beberapa negara. Mereka mendorong bahkan memberi tekanan yang target utamanya adalah lepasnya Papua dari Indonesia.

Pentingnya Kesatuan dan Kedaulatan Negara
Syariah Islam dalam perkara penjagaan kesatuan wilayah Indonesia memandang operasi KKSB atau OPM sebagai representasi bughat (pemberontakan) dalam wilayah negara Islam, yang membawa konsekuensi lepasnya satu atau beberapa wilayah. Pemberontakan menurut syariat Islam hukumnya haram meskipun Indonesia bukanlah negara Islam. Status Indonesia sebagai wilayah negeri berpenduduk muslim mayoritas cukup menjadikan haram lepasnya sejengkal tanah dari kesatuan wilayah sah negara Indonesia.
Bila hukum dan perundang-undangan yang ada saat ini dinilai belum cukup legitimate untuk menindak tegas kaum pemberontak, separatis, dan teroris Papua, maka penerapan syariah Islam oleh negara sepatutnya dipertimbangkan demi penjagaan terhadap wilayah kesatuan Indonesia.
Negara asing yang terlibat intervensi langsung maupun tidak langsung maka syariat memberlakukan politik luar negeri dakwah dan jihad. Agar negara asing menghormati kedaulatan negeri kaum muslimin. Kebijakan polugri dalam Islam dilakukan dalam rangka menjaga kesatuan wilayah dan kedaulatan negara serta dakwah menebar rahmat ke seluruh dunia.
Meski suara gaduh pasti akan dihembuskan oleh kekuatan asing, melalui corong mereka di dalam dan di luar negeri, atas pilihan penerapan syariat Islam dalam menjaga kesatuan dan kedaulatan negara. Negara tidak boleh kalah dengan kaum pemberontak maupun tekanan asing. Bagaimanapun hukum menjaga kesatuan dan kedaulatan wilayah negara lebih kuat dibandingkan slogan perpecahan atas nama HAM dan referendum.

Oleh: Endiyah Puji Tristanti, S.Si (Penulis dan Pemerhati Politik Islam)
Sumber: https://m.kiblat.net/2018/12/07/merawat-kesatuan-wilayah-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar