Media Penjernih Pemikiran Umat

Sabtu, 08 Desember 2018

Khadijah Binti Khuwaylid, Potret Wanita Pejuang Dakwah Islam


Assalaamu’alaykum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Alhamdulillah, Muslimah LKI Al-Ikhlas Poliban kembali hadir di #MuslimahBlog.
Di #MuslimahBlog kali ini kami akan membagikan sebuah kisah inspiratif Edisi ke-4 dari Salah satu sohabiah dan merupakan istri tercinta Rasulullah SAW. yaitu Sayyidah Khadijah binti Khuwaylid ra. 
Yuk, baca sampai selesai yaa..


Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai lahir sekitar tahun 555/565/570. Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za'idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy dan merupakan isteri pertama Nabi Muhammad. Ia merupakan wanita as-Sabiqun al-Awwalun. Beliau adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mempercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah. Dan beliau melalui harta kekayaannya menjadi pendukung utama Nabi dalam menegakkan agama Islam. Dan beliau orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga.

Khadijah lahir sekitar tahun 555/565/570, beliau berasal dari golongan pembesar Mekkah. Menikah dengan Nabi Muhammad, ketika berumur 40 tahun, manakala Nabi Muhammad berumur 25 tahun. Ada yang mengatakan usianya hanya sedikit lebih tua dari Nabi Muhammad. Dan dalam 25 tahun pernikahannya dengan Nabi, beliau dikaruniai Allah dua orang putra dan empat orang putri, yaitu: al-Qasim, ‘Abdullah, Zaynab, Ruqayyah, Umm Kultsum dan Fathimah. Khadijah binti Khuwailid adalah sebaik-baik wanita ahli surga.

Potret Perjuangan Khadijah
Cinta Nabi yang sedemikian besar kepada Sayyidah Khadijah tentu berdasarkan alasan-alasan agama. Ini bukan semata-mata cinta suami kepada isteri, sebagaimana asumsi Sayyidah ‘Aisyah saat cemburu akibat Nabi mengagung-agungkan namanya: “Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selainnya (كأن لم يكن في الدنيا امرأةٌ إلا خديجة)”. 
Nabi kemudian menjelaskan alasannya:
“واللهِ، ما أبدلَنِي اللهُ خيْرًا مِنْها: آمَنَتْ بِي حِيْنَ كَفَر الناسُ، وصدَّقَتْني إِذْ كَذَّبَنِي الناسُ، ووَاسَتْنِي بِمَالِها إِذْ حَرَّمَنِي النَّاسُ، ورَزَقَنِي منها اللهُ الوَلَدَ دون غَيْرِها من النِّسَاءِ.”
(Demi Allah, Allah tidak memberiku wanita pengganti yang lebih baik daripadanya: dia iman kepadaku tatkala orang-orang mengingkariku; dia mempercayaiku ketika orang-orang mendustakanku; dia membantuku dengan hartanya saat orang-orang tidak mau membantuku; dialah ibu dari anak-anak yang Allah anugerahkan kepadaku, tidak dari istri-istri yang lain)
Ada beberapa penegasan yang dapat diambil dari penjelasan Nabi terhadap keistimewaan Sayyidah Khadijah radliyallahu ‘anha sebagaimana di atas:
1.    Ungkapan “آمَنَتْ بِي حِيْنَ كَفَر الناسُ” berarti, landasan perjuangan adalah keimanan.
Iman menjadi visi dan misi perjuangan Sayyidah Khadijah. Bermakna perjuangan beliau senantiasa bersandar pada keyakinan tauhid dan berbasiskan ajaran agama. Hal inilah yang menjadikan beliau berjuang tanpa takut dan tanpa menyerah, meskipun harus dilakukan dengan susah payah.
2.    Ungkapan “وصدَّقَتْني إِذْ كَذَّبَنِي الناسُ” bermakna, keharusan untuk memiliki komitmen yang kuat.
Berdasarkan iman dan keyakinan yang kokoh, maka Sayyidah Khadijah memiliki tekad kuat mengawal perjuangan Nabi hingga tuntas. Komitmen inilah yang menjadikan beliau berani membela Nabi, melawan para penentang dan menanggung penderitaan bersama dengan Nabi.
3.    Ungkapan “ووَاسَتْنِي بِمَالِها إِذْ حَرَّمَنِي النَّاسُ” bermaksud, kerelaan Sayyidah Khadijah untuk berkorban.
Berkorban adalah bukti cinta dan kesetiaan. Tidak ada perjuangan tanpa disertai dengan pengorbanan. Rela berkorban berarti kesediaan dan keikhlasan berjuang tanpa mengharap imbalan, baik bersifat materi, maupun non-materi. Kerelaan berkorban bahkan menuntut seseorang berani dan bersedia menanggung penderitaan bagi terwujudnya tujuan perjuangan.
4.    Ungkapan “ورَزَقَنِي منها اللهُ الوَلَدَ دون غَيْرِها من النِّسَاءِ” dapat diartikan sebagai kesadaran Khadijah terhadap kodrat dan keberadaannya sebagai wanita, yang memiliki peran utama sebagai isteri dan ibu bagi anak-anak.
Jadi peran domestik ini tetap tidak boleh ditinggalkan selama menjalankan peran sosial. Hal ini bermakna, perjuangan yang dilakukan haruslah tetap dalam batas dan dukungan suami atau orangtua, dan tetap menjaga fitrah, harga diri, harkat dan martabat pribadinya sebagai seorang wanita.
Khadijah tidak ragu untuk bersama Rasul dan bergabung dengan kaum muslimin beserta kaum Abu Thalib tatkala orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan selama tiga tahun terhadap kaum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan. Mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada dinding ka’bah. Sungguh Sayyidah Khadijah telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di usia 65 tahun. Selang enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah Abu Thalib, kemudian menyusul seorang mujahidah yaitu Sayyidah Khadijah.
Wafatnya Khadijah binti Khuwailid tiga tahun sebelum hijrah dalam usia 65 tahun, membuat kesedihan yang sangat mendalam di hati Rasulullah SAW maupun umat Islam. Ia pergi menghadap Rabb-Nya dengan meninggalkan banyak kebaikan yang tak terlupakan. Setelah wafatnya Khadijah maka meningkatlah musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasulullah SAW, Khadijah adalah teman yang tulus dalam memperjuangkan Islam.
Dalam hubungannya, beliau menjadi seorang istri yang bijaksana, maka beliau mampu meletakkan urusan sesuai dengan tempatnya dan mencurahkan segala kemampuan untuk mendatangkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah beliau berhak mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar gembira dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan tidak ada pula keributan didalamnya.
Kesetiaan Khadijah ra. diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata : “Wanita yang utama dan yang pertama akan masuk Surga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti ‘Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir’aun.”

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar