Media Penjernih Pemikiran Umat

Sabtu, 09 Maret 2019

Polemik Istilah Kafir


Polemik Istilah Kafir

Banjar, CNN Indonesia -- Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) menyarankan agar Warga Negara Indonesia yang beragama non-Muslim tak lagi disebut sebagai kafir. Kata kafir dianggap mengandung unsur kekerasan teologis.

"Karena itu para kiai menghormati untuk tidak gunakan kata kafir tetapi muwathinun atau warga negara, dengan begitu status mereka setara dengan WN yang lain," kata Pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Abdul Moqsith Ghazali, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2).

Pembahasan tersebut dilakukan dalam Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Munas Alim Ulama dan Konbes NU. Moqsith mengatakan saran melarang menyebut WNI non-muslim bukan untuk menghapus istilah kafir dalam Alquran maupun hadis. Menurut Moqsith, keputusan sidang komisi tersebut merupakan sikap teologis NU terhadap kondisi saat ini.

Ia menyatakan masih banyak masyarakat yang menyematkan label diskriminatif pada sebagian kelompok WNI, baik yang beragama Islam maupun non-Muslim. "Memberikan label kafir kepada WNI yang ikut merancang desain negara Indonesia rasanya tidak cukup bijaksana," ujarnya.

Pada belakangan ini ada wacana yang dihembuskan cukup masif, bahwa sesuai dari kutipan berita diatas:

“Non-muslim tidak boleh dipanggil kafir”

Mereka beralasan bawa kata-kata “kafir” adalah kata-kata yang kasar dan menunjukkan intoleransi. Tentu pendapat ini TIDAK BENAR dan PERLU DILURUSKAN.

Sebagai orang indonesia kita perlu kembali pada pengertian “kafir” pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia):

“Kafir: Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”

Jadi, sangat tepat apabila kita katakan dan kita sebut non-muslim dengan sebutan “kafir”

Sebuah ungkapan yang bijak:
.
لِكُلِّ مَقَامٍ مَقَال
“Setiap tempat ada ucapan yang layak”

Tentu kita TIDAK memanggil orang yang tidak beriman atau non-muslim dengan panggilan seperti ini:
“Hai kafir, mau ke mana?”
“Perkenalkan ini tetanggaku yg kafir”

Tentu kata-kata “kafir” kita posisikan sesuai dengan tempatnya, BUKAN DIHAPUS ATAU TIDAK DIGUNAKAN SAMA SEKALI dengan alasan perasaan semata atau alasan yang dibuat-buat.

Menghapus atau tidak menggunakan kata-kata kafir bertentangan dengan aqidah dasar Islam. Agama Islam adalah agama yang tegas dan tidak abu-abu. Salah satu aqidah Islam adalah mengkafirkan orang kafir dan menyebut mereka dengan “kafir”, sebagaimana Allah Ta’ala menyebut mereka langsung dalam Al-Quran,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya TELAH KAFIRLAH orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabbku dan juga Rabbmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS. Al-Maaidah: 72)

Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan,
ولهذا نكفِّر كل من دان بغير ملة المسلمين من الملل ، أو وقف فيهم، أو شك ، أو صحَّح مذهبهم
“Oleh karena itu, kita mengkafirkan semua orang yang beragama selain agama kaum muslimin atau orang yang sejalan dengan mereka atau ragu-ragu (dengan agama) atau membenarkan agama mereka.” [Asy-Syifa Bita’rif huquqil Musthafa 2/1071]

Salah satu aqidah kita adalah apabila tidak mengkafirkan orang kafir, maka ini adalah bentuk kekufuran. Sebagaimana salah satu pembatal keIslaman, yaitu

الثالث : من لم يكفر المشركين أو شك في كفرهم أو صحح مذهبهم : كفَرَ إجْماعاً
“Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang musyrik atau ragu-ragu bahwa mereka kafir atau membenarkan mazhab (ajaran) mereka maka ini adalah kekufuran secara ijma’.” [Nawaqidul Islam poin ke-3]

Sangat banyak dalil dan nash yang menunjukkan bahwa orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah orang yang disebut dengan sebutan “kafir”.

Salah satu dalil yang paling nyata dan hampir mayoritas muslim tahu adalah surat Al-Kafirun, sangat jelas mereka yanh tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dipanggil dengan sebutan “kafir”

Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا  عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6
Katakanlah, “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah men]adi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku.” [QS. Al-Kafirun: 1-6]

Allah Ta’ala juga berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang KAFIR yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6)

Dalil-dalil di atas sudah sangat jelas dan sangat nyata bahwa orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya pantas disebut “kafir”, hanya saja penyebutan ini tentu sesuai keadaannya yang layak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Adapun beralasan dengan “intoleransi”, maka ini alasan yang dibuat-buat saja. Agama Islam adalah agama yang indah, toleransi dan memerintahkan berlaku adil kepada orang kafir sekalipun.

Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk BERBUAT BAIK dan berlaku ADIL terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahah: 8)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan,
لا ينهاكم الله عن البر والصلة، والمكافأة بالمعروف، والقسط للمشركين، من أقاربكم وغيرهم، حيث كانوا بحال لم ينتصبوا لقتالكم في الدين والإخراج من دياركم، فليس عليكم جناح أن تصلوهم، فإن صلتهم في هذه الحالة، لا محذور فيها ولا مفسدة
“Allah tidak melarang kalian untuk BERBUAT BAIK, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan ,berbuat ADIL kepada orang-orang MUSYRIK baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” [Taisir Karimir Rahmah hal. 819, Dar Ibnu Hazm]

Demikian semoga bermanfaat
@ Di antara langit dan bumi Allah, pesawat Garuda Lombok – Jakarta
Penyusun: Raehanul Bahraen



Tidak ada komentar:

Posting Komentar