Assalaamu’alaykum Warahmatullaahi
Wabarakaatuh.
Alhamdulillah, Muslimah LKI Al-Ikhlas Poliban kembali hadir di
#MuslimahBlog.
Di #MuslimahBlog kali ini kami akan membagikan sebuah kisah inspiratif
Edisi 3 dari Salah satu Pejuang Mulia Agama Islam yaitu Shalahuddin Al Ayyubi.
Kali ini kita akan
bercerita tentang seorang laki-laki mulia dan memiliki peranan yang besar dalam
sejarah Islam, seorang panglima Islam, serta kebanggaan suku Kurdi, ia adalah
Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadi atau yang lebih dikenal dengan
Shalahuddin al-Ayyubi atau juga Saladin. Ia adalah seorang laki-laki yang
mungkin sebanding dengan seribu laki-laki lainnya.
Asal dan Masa
Pertumbuhannya
Shalahuddin al-Ayyubi
adalah laki-laki dari kalangan ‘ajam (non-Arab), tidak seperti yang
disangkakan oleh sebagian orang bahwa Shalahuddin adalah orang Arab, ia berasal
dari suku Kurdi. Ia lahir pada tahun 1138 M di Kota Tikrit, Irak, kota yang
terletak antara Baghdad dan Mosul. Ia melengkapi orang-orang besar dalam
sejarah Islam yang bukan berasal dari bangsa Arab, seperti Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Tirmidzi, dan lain-lain.
Karena suatu alasan,
kelahiran Shalahuddin memaksa ayahnya untuk meninggalkan Tikrit sehingga sang
ayah merasa kelahiran anaknya ini menyusahkan dan merugikannya. Namun kala itu
ada orang yang menasihatinya, “Engkau tidak pernah tahu, bisa jadi anakmu ini
akan menjadi seorang raja yang reputasinya sangat cemerlang.”
Dari Tikrit, keluarga
Kurdi ini berpindah menuju Mosul. Sang ayah, Najmuddin Ayyub tinggal bersama
seorang pemimpin besar lainnya yakni Imaduddin az-Zanki. Imaduddin az-Zanki
memuliakan keluarga ini, dan Shalahuddin pun tumbuh di lingkungan yang penuh
keberkahan dan kerabat yang terhormat. Di lingkungan barunya dia belajar
menunggang kuda, menggunakan senjata, dan tumbuh dalam lingkungan yang sangat
mencintai jihad. Di tempat ini juga Shalahuddin kecil mulai mempelajari
Alquran, menghafal hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mempelajari bahasa dan sastra Arab, dan ilmu-ilmu lainnya.
Menaklukkan Jerusalem
Persiapan Shalahuddin
untuk menggempur Pasukan Salib di Jerusalem benar-benar matang. Ia
menggabungkan persiapan keimanan (non-materi) dan persiapan materi yang luar
biasa. Persiapan keimanan ia bangun dengan membersihkan akidah Syiah bathiniyah
dari dada-dada kaum muslimin dengan membangun madrasah dan menyemarakkan
dakwah, persatuan dan kesatuan umat ditanamkan dan dibangkitkan kesadaran
mereka menghadapi Pasukan Salib. Dengan kampanyenya ini ia berhasil menyatukan
penduduk Syam, Irak, Yaman, Hijaz, dan Maroko di bawah satu komando. Dari
persiapan non-materi ini terbentuklah sebuah pasukan dengan cita-cita yang sama
dan memiliki landasan keimanan yang kokoh.
Dari segi fisik
Shalahuddin mengadakan pembangunan makas militer, benteng-benteng perbatasan,
menambah jumlah pasukan, memperbaiki kapal-kapal perang, membangun rumah sakit,
dll.
Pada tahun 580 H,
Shalahuddin menderita penyakit yang cukup berat, namun dari situ tekadnya untuk
membebaskan Jerusalem semakin membara. Ia bertekad apabila sembuh dari
sakitnya, ia akan menaklukkan Pasukan Salib di Jerusalem, membersihkan tanah
para nabi tersebut dari kesyirikan trinitas.
Dengan karunia Allah,
Shalahuddin pun sembuh dari sakitnya. Ia mulai mewujudkan janjinya untuk
membebaskan Jerusalem. Pembebasan Jerusalem bukanlah hal yang mudah,
Shalahuddin dan pasukannya harus menghadapi Pasukan Salib di Hathin terlebih
dahulu, perang ini dinamakan Perang Hathin, perang besar sebagai pembuka untuk
menaklukkan Jerusalem. Dalam perang tersebut kaum muslimin berkekuatan 63.000
pasukan yang terdiri dari para ulama dan orang-orang shaleh, mereka berhasil
membunuh 30000 Pasukan Salib dan menawan 30000 lainnya.
Setelah menguras energy
di Hathin, akhirnya kaum muslimin tiba di al-Quds, Jerusalem, dengan jumlah
pasukan yang besar tentara-tentara Allah ini mengepung kota suci itu. Perang
pun berkecamuk, Pasukan Salib sekuat tenaga mempertahankan diri, beberapa
pemimpin muslim pun menemui syahid mereka –insya Allah- dalam peperangan ini.
Melihat keadaan ini, kaum muslimin semakin bertambah semangat untuk segera
menaklukkan Pasukan Salib.
Untuk memancing emosi
kaum muslimin, Pasukan Salib memancangkan salib besar di atas Kubatu Shakhrakh.
Shalahuddin dan beberapa pasukannya segera bergerak cepat ke sisi terdekat
dengan Kubbatu Shakhrakh untuk menghentikan kelancangan Pasukan Salib. Kemudian
kaum muslimin berhasil menjatuhkan dan membakar salib tersebut. Setelah
itu, jundullah menghancurkan menara-menara dan benteng-benteng
al-Quds.
Pasukan Salib mulai
terpojok, mereka tercerai-berai, dan
mengajak berunding untuk menyerah. Namun Shalahuddin menjawab, “Aku tidak akan
menyisakan seorang pun dari kaum Nasrani, sebagaimana mereka dahulu tidak
menyisakan seorang pun dari umat Islam (ketika menaklukkan Jerusalem)”. Namun
pimpinan Pasukan Salib, Balian bin Bazran, mengancam “Jika kaum muslimin tidak
mau menjamin keamanan kami, maka kami akan bunuh semua tahanan dari kalangan
umat Islam yang jumlahnya hampir mencapai 4000 orang, kami juga akan membunuh
anak-anak dan istri-istri kami, menghancurkan bangunan-bangunan, membakar harta
benda, menghancurkan Kubatu Shakhrakh, membakar apapun yang bisa kami bakar,
dan setelah itu kami akan hadapi kalian sampai darah penghabisan! Satu orang
dari kami akan membunuh satu orang dari kalian! Kebaikan apalagi yang bisa
engkau harapkan!” Inilah ancaman yang diberikan Pasukan Salib kepada
Shalahuddin dan pasukannya.
Dome of The Rock atau
Kubatu Shakhrakh
Shalahuddin pun
mendengarkan dan menuruti kehendak Pasukan Salib dengan syarat setiap laki-laki
dari mereka membayar 10 dinar, untuk perempuan 5 dinar, dan anak-anak 2 dinar.
Pasukan Salib pergi meninggalkan Jerusalem dengan tertunduk dan hina. Kaum
muslimin berhasil membebaskan kota suci ini untuk kedua kalinya.
Shalahuddin memasuki
Jerusalem pada hari Jumat 27 Rajab 583 H / 2 Oktober 1187, kota tersebut
kembali ke pangkuan umat Islam setelah selama 88 tahun dikuasai oleh
orang-orang Nasrani. Kemudian ia mengeluarkan salib-salib yang terdapat di
Masjid al-Aqsha, membersihkannya dari segala najis dan kotoran, dan
mengembalikan kehormatan masjid tersebut.
Masjid al-Aqsha
Wafatnya Sang Pahlawan
Sebagaimana manusia
sebelumnya, baik dari kalangan nabi, rasul, ulama, panglima perang dan yang
lainnya, Shalahuddin pun wafat meninggalkan dunia yang fana ini. Ia wafat pada
usia 55 tahun, pada 16 Shafar 589 H bertepatan dengan 21 Februari 1193 di Kota Damaskus. Ia meninggal karena mengalami sakit demam
selama 12 hari. Orang-orang ramai menyalati jenazahnya, anak-anaknya Ali,
Utsman, dan Ghazi turut hadir menghantarkan sang ayah ke peristirahatannya.
Itulah tadi salah satu kisah perjuangan yang
sangat menggugah iman kita dari seorang pejuang Islam, Shalahuddin Yusuf
Al-Ayyubi, dan yang dilakukan beliau dalam pertempuran bukanlah menjadikan
penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka,
tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari
Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa
orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.
Semoga Allah meridhai,
merahmati, dan membalas jasa-jasa engkau wahai pahlawan Islam, sang
pembebas Jerusalem dan Semoga kita semua dapat mengambil hikmah
dibalik kisah ini. Aamiin ya Rabbal Alamin.
Semoga
bermanfaat, sampai bertemu di #MuslimahBlog yang selanjutnya 😊
Sumber:
Shalahuddin al-Ayyubi
Bathalu al-Hathin oleh Abdullah Nashir Unwan
Shalahuddin al-Ayyubi
oleh Basim al-Usaili
Shalahuddin al-Ayyubi
oleh Abu al-Hasan an-Nadawi Islamstroy.com
Ditulis oleh Nurfitri
Hadi Artikel www.KisahMuslim.com
https://rumahsedekah.com/biografi-salahudin-al-ayubi-1138-1193/
https://kisahmuslim.com/3915-shalahuddin-al-ayyubi.html
maasyaaAllah <3
BalasHapus