Media Penjernih Pemikiran Umat

Minggu, 26 April 2020

Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib: Ibu Negara yang Mencintai Rakyatnya


Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh ...

Alhamdulillah dalam muslimah blog update kembali "Jangan Lupakan Sejarah" dengan judul "Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib; Ibu Negara yang Mencintai Rakyatnya"

Selamat membaca ...

Jangan bayangkan bahwa kehidupannya glamour penuh kemewahan, dengan perhiasan emas permata, atau rumah megah nan mewah. Tidaklah seperti itu. Bahkan kehidupannya amat bersahaja, rumah yang sangat sederhana, seperti rumah kebanyakan rakyatnya. Pun perabotan rumah yang dipunya, seadanya, yang penting bisa untuk menyiapkan makanan dan minuman.
Sinar kecantikan wajahnya tak memudar meski tanpa riasan. pakaian yang dikenakannya dari kain yang kasar tidak sehalus sutra. Meski sebenarnya dia mampu untuk mendapatkan. Namun dia berpakaian dari kain sebagai mana yang dikenakan rakyatnya.
Ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan Rasulullah ï·º baginya diatas segalanya. Sungguh keimanan kokoh tertancap kuat dalam sanubarinya. Selalu ingin menjadi yang pertama dalam melakukan kebaikan semata hanya karna Allah.
Baktinya kepada suami, menujukkan dia seorang istri yang salihah. Kepedulian kepada rakyatnya cerminan rasa tanggung jawab yang besar. Dialah cucu Rasulullah ï·º, putri dari Ali bin Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah Az Zahra, Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib.
===
Sekilas Tentang Ibu Negara Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib
Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib lahir dari seorang wanita penghulu syurga, yakni Fatimah Az Zahra. Ayah Ummu Kultsum adalah Ali bin Abi Thalib, orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Kakeknya adalah Nabi Muhammad ï·º, manusia sempurna. Sedangkan kedua saudaranya adalah pemimpin pemuda ahli surga dan penghibur hati Rasulullah ï·º. Yakni Hasan dan Husain.
Ketika Rasulullah ï·º, kakeknya wafat, usia Ummu Kultsum saat itu sekitar lima tahun. Enam bulan kemudian ibunda tercinta Fatimah Az Zahra menyusul kakeknya. Oleh karena itu Ummu Kultsum kecil hidup dalam asuhan dan bimbingan ayahanda Ali bin Abi Thalib dan kedua kakaknya Hasan dan Husain, sebagai permata hati, tidak hanya bagi keluarga Ali bin Abi Thalib namun juga seluruh kaum muslimin.
Dari keluarga yang mulia dan lingkungan yang baik, Ummu Kultsum radhiyallahu anha tumbuh, berkembang, dan terdidik. Patut kiranya Ummu Kultsum menjadi cermin bagi para gadis muslimah yang tumbuh di atas din, keutamaan, dan rasa malu.
Adalah Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Al-Faruq, Khalifah ar Rasyidin yang kedua, dalam perjalanan hidupnya pernah mendapatkan hadis Nabi Muhammad ï·º, "Setiap sebab dan nasab (keturunan) pada hari kiamat akan putus, kecuali sebabku dan nasabku.” Sehingga banyak sekali orang yang bercita-cita untuk mewujudkan hubungan nasabnya seperti yang disabdakan Nabi Muhammad ï·º tak terkecuali Umar bin Khaththab.
Umar bin Khaththab pun mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk meminang Ummu Kultsum. Meski awalnya Imam Ali bin Abi Thalib keberatan, namun akhirnya mengijinkan dan meminta pernikahan itu, ditunda karena Ummu Kultsum masih kecil. Ketika Ummu Kultsum baligh maka pernikahan tersebut dilangsungkan.
Umar berkata, “Nikahkanlah aku dengannya, wahai Abu Hasan, karena aku telah memperhatikan kemuliaannya yang tidak aku dapatkan pada orang lain.” Maka Ali meridainya dan menikahkan Umar dengan putrinya pada bulan Dzulqa’dah tahun 17 Hijriah, dengan mahar 40.000 dirham.
Ummu Kultsum hidup bersama Amirul Mukminin Umar bin Khaththab hingga terbunuhnya Umar. Dari pernikahannya, beliau mendapatkan dua anak, yaitu Zaid Al Akbar bin Umar Al-Akbar dan Ruqayyah binti Umar.
===
Ummu Kultsum, Ibu Negara yang Membantu Persalinan Rakyat
Ummu Kultsum, meski masih muda belia, adalah seorang perempuan yang memiliki kapasitas kecerdasan yang luar biasa, kedewasaan yang matang, pemahaman dan pengetahuan agama yang mendalam.
Pada suatu malam, Umar bin Khaththab melakukan inspeksi terhadap situasi dan kondisi rakyatnya, hingga ke luar kota Madinah. Umar melihat ada sebuah tenda. Kemudian dengan berjalan Umar mendekati tenda tersebut. Dan menyapa seorang lelaki yang sedang duduk di depan tenda, samar-samar Umar mendengar suara rintihan dari dalam tenda.
"Assalamualaikum, wahai saudara." Sapa Umar. Lelaki tersebut menjawab, "Walaikum Salam warahmatullahi wabarakatuh.”
"Siapakah engkau? Dari mana berasal? Kemana tujuanmu? Tanya Umar.
Lelaki tersebut menjawab, "Aku dari pedalaman. Sungguh aku mengetahui bshwa Amirul Mukminin Umar suka memberi santunan kepada fakir miskin. Kedatanganku ke Madinah, mudah-mudahan bisa bertemu dengannya dan mendapatkan sebagian dari santunan tersebut.
"Aku mendengar rintihan dari dalam tenda, suara siapakah itu?” Tanya Umar.
Lelaki tersebut menjawab, "Dia adalah istriku yang tengah mengalami persalinan.”
"Bersama siapa dia di dalam tenda.” Tanya Umar.
"Sendirian, sebab kami tidak melihat seorangpun yang bisa membantu.” jawab lelaki tersebut.
===
Umar langsung pulang untuk mencari bantuan. Maka ia temui istrinya Ummu Kultsum yang saat itu tengah tidur pulas. Umar pun membangunkan istrinya, dan berkata, “Apakah kamu ingin mendapatkan pahala yang akan Allah limpahkan kepadamu?” Ummu Kultsum menjawab penuh antusias dan berbahagia dengan kabar gembira tersebut, dan merasa mendapatkan kehormatan karenanya.
“Apa bentuk kebaikan dan pahala tersebut, wahai Amirul Mukminin?” Maka Umar memberitahukan kejadian yang beliau temui, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan mengambil peralatan untuk membantu melahirkan dan kebutuhan bagi bayi. Sedangkan Amirul Mukminin membawa periuk yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Keduanya berangkat hingga sampai ke tenda tersebut.
Istri Amirul Mukminin masuk ke tenda dan berperan sebagai bidan menolong persalinan. Sementara itu, Amirul Mukminin bersama laki-laki tersebut di luar memasak makanan hingga siap dihidangkan.
Tak lama bidan yang cerdas itu mendampingi ibu dengan terus mengomando persalinan, hingga lahirlah seorang bayi laki-laki. Dari dalam tenda Ummu Kultsum berseru dengan riang, "Ucapkan selamat pada temanmu dengan kelahiran seorang bayi laki-laki, wahai Amirul Mukminin!”
Seketika lelaki itu terperanjat dan hampir pingsan, ternyata orang yang di sampingnya yang sedang memasak dan meniup api adalah Amirul Mukminin.
Sedang yang menjadi bidan untuk persalinan istri lelaki tersebut adalah Ummu Kultsum, istri Amirul Mukminin, cucu Rasulullah ï·º, putri Fatimah Az Zahra dengan Ali bin Abi Thalib.
Lelaki tersebut penuh rasa takut meminta maaf, Umar pun segera menenangkannya. Dan segera menyiapkan makanan untuk suami istri tersebut. Setelah keduanya kenyang Umar berkata, "Besok pagi, datanglah kalian ke diwanbaitumaal. Nanti kami akan menyuruh petugas agar memberi harta yang pantas buat kalian sekeluarga.”
Kemudian Amirul Mukminin bersama istrinya Ummu Kultsum kembali ke rumah dengan perasaan yang bahagia karena bisa melakukan kebaikan. Allah pasti mencatat setiap amal yang diperbuat oleh hamba, Allah meninggikan derajat dua hambaNya di tengah kegelapan malam yang pekat.
===
Ummu Kultsum, Ibu Negara yang Bersahaja
Dalam pergaulan internasional, hal yang wajar saling memberi hadiah antar ibu negara. Hal ini terjadi pula pada Ummu Kultsum istri Amirul Mukminin Umar bin Khaththab.
Dalam kitab Tarikh atThabari, Abu Ja’far Ath Thabari meriwayatkan, Ummu Kultsum mengirim makan, minuman dan wadah-wadah berisi parfum perempuan pada ratu Romawi. Ia mengemasnya dan mengirimkan melalui pos hingga barang-barang tersebut sampai pada yang dituju. Istri Heraclius itu menerimanya dan ia mengumpulkan para perempuan Romawi seraya berkata, ”Ini adalah hadiah dari istri Raja Arab dan dia adalah keturunan Nabi mereka.” Kemudian Ratu Romawi itu menulis surat dan membalasnya dengan mengirim hadiah khusus untuk Ummu Kultsum.
Hadiah balasan itu berupa perhiasan yang mewah dan mahal. Setibanya petugas pos yang mengirim hadiah tersebut sampai di rumah Umar. Maka Umar perintahkan untuk menahan barang itu dan mengajak petugas pos ikut shalat berjamaah. Lalu merekapun berjamaah.
Setelah mengimami sholat, Umar berkata, "Tidak ada kebaikan pada suatu masalah yang tidak diputuskan melalui musyawarah, menyangkut urusanku. Ceritakanlah mengenai hadiah yang dikirim oleh Ummu Kultsum kepada istri penguasa Romawi. Lalu istri penguasa Romawi itu memberikan hadiah balas untuknya.”
Sebagian jamaah menyatakan, "Hadiah itu milik Ummu Kultsum, sebab dia telah mengirimkan hadiah kepada ratu Romawi. “
Sebagian mengatan, "kami memberi hadiah pakaian untuk tujuan mengaharapkan imbalan, kami mengirimkannya untuk tujuan bisnis.”
Kemudian Umar berkata, "Tetapi Rasulullah ï·º itu satu, beliau Rasulnya kaum muslimin. Fasilitas pos adalah milik kaum muslimin. Pada masa permulaan kaum muslimin mengagungkan hadiah.”
Selanjutnya Umar memerintahkan agar hadiah dari Ratu Romawi itu diletakkan dalam baitulMaal (kas negara) dan unruk kepentingan kaum muslimin. Lalu ia menyuruh materi yang telah dihadiahkan kepada Ummu Kultsum dikembalikan pada yang memberinya.
Ummu Kultsum, tidak merasa marah atau kecewa terhadap keputusan suaminya. Ia tidak sedih karena hadiah itu tidak diberikan kepadanya. Ia faham betul apa yang dilakukan suaminya adalah keputusan yang tepat. Dan harus ia patuhi dengan ikhlas karena Allah. Inilah cerminan wanita salihah yang taat kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan Rasulullah ï·º.
===
Khatimah
Sejarah dan kisah, bukanlah sekadar cerita tanpa makna. Darinya kita bisa mengambil pelajaran, mengambil ibrahnya. Untuk dijadikan motivasi, penyemangat berproses menjadi lebih baik. Menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin, agar menjadi manusia yang beruntung. Oleh karena itu kita bisa mengambil ibrah dari kisah diatas, diantaranya adalah:
1. Lingkungan keluarga yang baik, dan pendidikan keluarga yang baik, berpengaruh pada kematangan jiwa anak. (Sebagaimana Ummu Kultsum tumbuh, kembang dalam lingkungan yang baik)
2. Tanggung jawab dan kepedulian penguasa kepada rakyatnya adalah tanggung jawab dihadapan Allah, bukan untuk pencitraan dihadapan manusia (lihatlah Umar bin Khaththab dan Ummu Kultsum ditengah malam gelap gulita, dengan rela mejalankan tugasnya untuk menolong rakyaknya
3. Bagi pejabat menerima hadiah dari bawahan adalah subhat, antara hadiah dan riswah (suap) begitu tipis jaraknya. Oleh karena maka janganlah menerima harta yang subhat.
Dan masih banyak lagi hal yang bisa dipetik dari setiap peristiwa sejarah dan kisah. Semoga kita bisa mengambil ibrah dan pelajaran yang baik darinya.

Sumber : MuslimahNewsID


Tidak ada komentar:

Posting Komentar