Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh ...
Alhamdulillah dalam muslimah blog update kembali "Jangan Lupakan Sejarah" dengan judul "Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib; Ibu Negara yang Mencintai Rakyatnya"
Selamat membaca ...
Alhamdulillah dalam muslimah blog update kembali "Jangan Lupakan Sejarah" dengan judul "Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib; Ibu Negara yang Mencintai Rakyatnya"
Selamat membaca ...
Jangan bayangkan bahwa
kehidupannya glamour penuh kemewahan, dengan perhiasan emas permata, atau rumah
megah nan mewah. Tidaklah seperti itu. Bahkan kehidupannya amat bersahaja,
rumah yang sangat sederhana, seperti rumah kebanyakan rakyatnya. Pun perabotan
rumah yang dipunya, seadanya, yang penting bisa untuk menyiapkan makanan dan
minuman.
Sinar kecantikan wajahnya
tak memudar meski tanpa riasan. pakaian yang dikenakannya dari kain yang kasar
tidak sehalus sutra. Meski sebenarnya dia mampu untuk mendapatkan. Namun dia
berpakaian dari kain sebagai mana yang dikenakan rakyatnya.
Ketaatan kepada Allah
subhanahu wa ta'ala dan Rasulullah ï·º baginya diatas segalanya. Sungguh keimanan
kokoh tertancap kuat dalam sanubarinya. Selalu ingin menjadi yang pertama dalam
melakukan kebaikan semata hanya karna Allah.
Baktinya kepada suami,
menujukkan dia seorang istri yang salihah. Kepedulian kepada rakyatnya cerminan
rasa tanggung jawab yang besar. Dialah cucu Rasulullah ï·º, putri dari Ali bin
Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah Az Zahra, Ummu Kultsum binti Ali bin Abi
Thalib.
===
Sekilas Tentang Ibu
Negara Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib
Ummu Kultsum binti Ali
bin Abi Thalib lahir dari seorang wanita penghulu syurga, yakni Fatimah Az
Zahra. Ayah Ummu Kultsum adalah Ali bin Abi Thalib, orang yang pertama kali
masuk Islam dari kalangan anak-anak. Kakeknya adalah Nabi Muhammad ï·º, manusia
sempurna. Sedangkan kedua saudaranya adalah pemimpin pemuda ahli surga dan
penghibur hati Rasulullah ï·º. Yakni Hasan dan Husain.
Ketika Rasulullah ï·º,
kakeknya wafat, usia Ummu Kultsum saat itu sekitar lima tahun. Enam bulan
kemudian ibunda tercinta Fatimah Az Zahra menyusul kakeknya. Oleh karena itu
Ummu Kultsum kecil hidup dalam asuhan dan bimbingan ayahanda Ali bin Abi Thalib
dan kedua kakaknya Hasan dan Husain, sebagai permata hati, tidak hanya bagi
keluarga Ali bin Abi Thalib namun juga seluruh kaum muslimin.
Dari keluarga yang mulia
dan lingkungan yang baik, Ummu Kultsum radhiyallahu anha tumbuh, berkembang,
dan terdidik. Patut kiranya Ummu Kultsum menjadi cermin bagi para gadis
muslimah yang tumbuh di atas din, keutamaan, dan rasa malu.
Adalah Amirul Mukminin
Umar bin Khaththab Al-Faruq, Khalifah ar Rasyidin yang kedua, dalam perjalanan
hidupnya pernah mendapatkan hadis Nabi Muhammad ï·º, "Setiap sebab dan nasab
(keturunan) pada hari kiamat akan putus, kecuali sebabku dan nasabku.” Sehingga
banyak sekali orang yang bercita-cita untuk mewujudkan hubungan nasabnya
seperti yang disabdakan Nabi Muhammad ï·º tak terkecuali Umar bin Khaththab.
Umar bin Khaththab pun
mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk meminang Ummu Kultsum. Meski awalnya Imam
Ali bin Abi Thalib keberatan, namun akhirnya mengijinkan dan meminta pernikahan
itu, ditunda karena Ummu Kultsum masih kecil. Ketika Ummu Kultsum baligh maka
pernikahan tersebut dilangsungkan.
Umar berkata,
“Nikahkanlah aku dengannya, wahai Abu Hasan, karena aku telah memperhatikan
kemuliaannya yang tidak aku dapatkan pada orang lain.” Maka Ali meridainya dan
menikahkan Umar dengan putrinya pada bulan Dzulqa’dah tahun 17 Hijriah, dengan
mahar 40.000 dirham.
Ummu Kultsum hidup
bersama Amirul Mukminin Umar bin Khaththab hingga terbunuhnya Umar. Dari
pernikahannya, beliau mendapatkan dua anak, yaitu Zaid Al Akbar bin Umar
Al-Akbar dan Ruqayyah binti Umar.
===
Ummu Kultsum, Ibu Negara
yang Membantu Persalinan Rakyat
Ummu Kultsum, meski masih
muda belia, adalah seorang perempuan yang memiliki kapasitas kecerdasan yang
luar biasa, kedewasaan yang matang, pemahaman dan pengetahuan agama yang
mendalam.
Pada suatu malam, Umar
bin Khaththab melakukan inspeksi terhadap situasi dan kondisi rakyatnya, hingga
ke luar kota Madinah. Umar melihat ada sebuah tenda. Kemudian dengan berjalan
Umar mendekati tenda tersebut. Dan menyapa seorang lelaki yang sedang duduk di
depan tenda, samar-samar Umar mendengar suara rintihan dari dalam tenda.
"Assalamualaikum,
wahai saudara." Sapa Umar. Lelaki tersebut menjawab, "Walaikum Salam
warahmatullahi wabarakatuh.”
"Siapakah engkau?
Dari mana berasal? Kemana tujuanmu? Tanya Umar.
Lelaki tersebut menjawab,
"Aku dari pedalaman. Sungguh aku mengetahui bshwa Amirul Mukminin Umar
suka memberi santunan kepada fakir miskin. Kedatanganku ke Madinah,
mudah-mudahan bisa bertemu dengannya dan mendapatkan sebagian dari santunan
tersebut.
"Aku mendengar
rintihan dari dalam tenda, suara siapakah itu?” Tanya Umar.
Lelaki tersebut menjawab,
"Dia adalah istriku yang tengah mengalami persalinan.”
"Bersama siapa dia
di dalam tenda.” Tanya Umar.
"Sendirian, sebab
kami tidak melihat seorangpun yang bisa membantu.” jawab lelaki tersebut.
===
Umar langsung pulang
untuk mencari bantuan. Maka ia temui istrinya Ummu Kultsum yang saat itu tengah
tidur pulas. Umar pun membangunkan istrinya, dan berkata, “Apakah kamu ingin
mendapatkan pahala yang akan Allah limpahkan kepadamu?” Ummu Kultsum menjawab
penuh antusias dan berbahagia dengan kabar gembira tersebut, dan merasa
mendapatkan kehormatan karenanya.
“Apa bentuk kebaikan dan
pahala tersebut, wahai Amirul Mukminin?” Maka Umar memberitahukan kejadian yang
beliau temui, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan mengambil peralatan
untuk membantu melahirkan dan kebutuhan bagi bayi. Sedangkan Amirul Mukminin
membawa periuk yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Keduanya berangkat
hingga sampai ke tenda tersebut.
Istri Amirul Mukminin
masuk ke tenda dan berperan sebagai bidan menolong persalinan. Sementara itu,
Amirul Mukminin bersama laki-laki tersebut di luar memasak makanan hingga siap
dihidangkan.
Tak lama bidan yang
cerdas itu mendampingi ibu dengan terus mengomando persalinan, hingga lahirlah
seorang bayi laki-laki. Dari dalam tenda Ummu Kultsum berseru dengan riang,
"Ucapkan selamat pada temanmu dengan kelahiran seorang bayi laki-laki,
wahai Amirul Mukminin!”
Seketika lelaki itu
terperanjat dan hampir pingsan, ternyata orang yang di sampingnya yang sedang
memasak dan meniup api adalah Amirul Mukminin.
Sedang yang menjadi bidan
untuk persalinan istri lelaki tersebut adalah Ummu Kultsum, istri Amirul
Mukminin, cucu Rasulullah ï·º, putri Fatimah Az Zahra dengan Ali bin Abi Thalib.
Lelaki tersebut penuh
rasa takut meminta maaf, Umar pun segera menenangkannya. Dan segera menyiapkan
makanan untuk suami istri tersebut. Setelah keduanya kenyang Umar berkata,
"Besok pagi, datanglah kalian ke diwanbaitumaal. Nanti kami akan menyuruh
petugas agar memberi harta yang pantas buat kalian sekeluarga.”
Kemudian Amirul Mukminin
bersama istrinya Ummu Kultsum kembali ke rumah dengan perasaan yang bahagia
karena bisa melakukan kebaikan. Allah pasti mencatat setiap amal yang diperbuat
oleh hamba, Allah meninggikan derajat dua hambaNya di tengah kegelapan malam
yang pekat.
===
Ummu Kultsum, Ibu Negara
yang Bersahaja
Dalam pergaulan
internasional, hal yang wajar saling memberi hadiah antar ibu negara. Hal ini
terjadi pula pada Ummu Kultsum istri Amirul Mukminin Umar bin Khaththab.
Dalam kitab Tarikh
atThabari, Abu Ja’far Ath Thabari meriwayatkan, Ummu Kultsum mengirim makan,
minuman dan wadah-wadah berisi parfum perempuan pada ratu Romawi. Ia
mengemasnya dan mengirimkan melalui pos hingga barang-barang tersebut sampai
pada yang dituju. Istri Heraclius itu menerimanya dan ia mengumpulkan para
perempuan Romawi seraya berkata, ”Ini adalah hadiah dari istri Raja Arab dan
dia adalah keturunan Nabi mereka.” Kemudian Ratu Romawi itu menulis surat dan
membalasnya dengan mengirim hadiah khusus untuk Ummu Kultsum.
Hadiah balasan itu berupa
perhiasan yang mewah dan mahal. Setibanya petugas pos yang mengirim hadiah
tersebut sampai di rumah Umar. Maka Umar perintahkan untuk menahan barang itu
dan mengajak petugas pos ikut shalat berjamaah. Lalu merekapun berjamaah.
Setelah mengimami sholat,
Umar berkata, "Tidak ada kebaikan pada suatu masalah yang tidak diputuskan
melalui musyawarah, menyangkut urusanku. Ceritakanlah mengenai hadiah yang
dikirim oleh Ummu Kultsum kepada istri penguasa Romawi. Lalu istri penguasa
Romawi itu memberikan hadiah balas untuknya.”
Sebagian jamaah
menyatakan, "Hadiah itu milik Ummu Kultsum, sebab dia telah mengirimkan
hadiah kepada ratu Romawi. “
Sebagian mengatan,
"kami memberi hadiah pakaian untuk tujuan mengaharapkan imbalan, kami
mengirimkannya untuk tujuan bisnis.”
Kemudian Umar berkata,
"Tetapi Rasulullah ï·º itu satu, beliau Rasulnya kaum muslimin. Fasilitas
pos adalah milik kaum muslimin. Pada masa permulaan kaum muslimin mengagungkan
hadiah.”
Selanjutnya Umar
memerintahkan agar hadiah dari Ratu Romawi itu diletakkan dalam baitulMaal (kas
negara) dan unruk kepentingan kaum muslimin. Lalu ia menyuruh materi yang telah
dihadiahkan kepada Ummu Kultsum dikembalikan pada yang memberinya.
Ummu Kultsum, tidak
merasa marah atau kecewa terhadap keputusan suaminya. Ia tidak sedih karena
hadiah itu tidak diberikan kepadanya. Ia faham betul apa yang dilakukan
suaminya adalah keputusan yang tepat. Dan harus ia patuhi dengan ikhlas karena
Allah. Inilah cerminan wanita salihah yang taat kepada Allah subhanahu wa
ta'ala dan Rasulullah ï·º.
===
Khatimah
Sejarah dan kisah,
bukanlah sekadar cerita tanpa makna. Darinya kita bisa mengambil pelajaran,
mengambil ibrahnya. Untuk dijadikan motivasi, penyemangat berproses menjadi
lebih baik. Menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin, agar menjadi
manusia yang beruntung. Oleh karena itu kita bisa mengambil ibrah dari kisah
diatas, diantaranya adalah:
1. Lingkungan keluarga
yang baik, dan pendidikan keluarga yang baik, berpengaruh pada kematangan jiwa
anak. (Sebagaimana Ummu Kultsum tumbuh, kembang dalam lingkungan yang baik)
2. Tanggung jawab dan
kepedulian penguasa kepada rakyatnya adalah tanggung jawab dihadapan Allah,
bukan untuk pencitraan dihadapan manusia (lihatlah Umar bin Khaththab dan Ummu
Kultsum ditengah malam gelap gulita, dengan rela mejalankan tugasnya untuk
menolong rakyaknya
3. Bagi pejabat menerima
hadiah dari bawahan adalah subhat, antara hadiah dan riswah (suap) begitu tipis
jaraknya. Oleh karena maka janganlah menerima harta yang subhat.
Dan masih banyak lagi hal
yang bisa dipetik dari setiap peristiwa sejarah dan kisah. Semoga kita bisa
mengambil ibrah dan pelajaran yang baik darinya.
Sumber
: MuslimahNewsID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar