Media Penjernih Pemikiran Umat

Minggu, 07 April 2019

TERAPKAN HUKUM RAJAM KE LGBT, SULTAN MINTA SEMUA PIHAK HORMATI BRUNEI


TERAPKAN HUKUM RAJAM KE LGBT, SULTAN MINTA SEMUA PIHAK HORMATI BRUNEI
 

BANDAR SERI BEGAWAN, iNews.id - Sultan Hassanal Bolkiah meminta semua pihak menghormati Brunei Darussalam meski tidak setuju dengan penerapan Hukum Pidana Syariat Islam yang mencakup hukuman rajam sampai mati bagi pelaku zina dan hubungan seks sesama jenis. Penerapan hukum rajam dimulai 3 April mendatang.

Setiap orang di Brunei yang dinyatakan bersalah atas pelanggaran hubungan seks sesama jenis termasuk lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) akan dikenai hukuman baru tersebut. Selain rajam, eksekusi potong tangan bagi pencuri juga akan diberlakukan.

Hukum Pidana baru itu sejatinya sudah diumumkan pada Mei 2014 oleh Sultan Hassanal Bolkiah yang bertindak sebagai Perdana Menteri Brunei. Namun, pelaksanaannya ditunda dan diberlakukan secara bertahap sampai akhirnya diterapkan penuh pada 3 April mendatang.

Seruan Sultan Bolkiah untuk menghormati aturan di Brunei itu muncul dalam situs web pemerintah setempat.

"Pemerintah tidak mengharapkan orang lain untuk menerima dan setuju dengan itu, tetapi akan cukup jika mereka menghormati bangsa dengan cara yang sama seperti dia juga menghormati mereka," demikian bunyi pernyataan di situs tersebut, mengutip pernyataan Sultan Bolkiah, seperti dikutip CNN, Jumat (29/3/2019).

Berbagai kelompok hak asasi manusia (HAM) mendesak Brunei membatalkan penerapan hukuman seperti itu. Kelompok HAM Amnesty International yang berbasis di London menyebutnya sebagai hukuman yang mengerikan.

"Melegalkan hukuman yang kejam dan tidak manusiawi itu mengerikan," kata Rachel Chhoa-Howard, peneliti Brunei di Amnesty International.

"Beberapa potensi pelanggaran seharusnya tidak dianggap kejahatan sama sekali, termasuk hubungan seksual konsensual antara orang dewasa dengan jenis kelamin yang sama."

"Brunei harus segera menghentikan rencananya untuk menerapkan hukuman kejam ini dan merevisi hukum pidana sesuai dengan kewajiban hak asasi manusianya," lanjut Chhoa-Howard.

"Komunitas internasional harus segera mengutuk tindakan Brunei untuk menerapkan hukuman kejam ini ke dalam praktik."

Matthew Woolfe, pendiri kelompok HAM The Brunei Project, juga menyuarakan desakan serupa.
"Kami mencoba untuk menekan Pemerintah Brunei, tetapi menyadari ada jangka waktu yang sangat singkat sampai undang-undang itu berlaku," demikian pernyataan kelompok HAM yang berbasis di Australia tersebut.

Kelompok itu menyerukan pemerintah Australia untuk meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Brunei. 

"Kami terkejut bahwa pemerintah sekarang memberikan tanggal dan mempercepat implementasi," kata Woolfe.

Woolfe mengatakan, belum ada pengumuman publik besar-besaran tentang implementasi perubahan Hukum Pidana selain dari pernyataan yang di-posting di situs Jaksa Agung Brunei pada akhir Desember 2018, yang baru terungkap pekan ini.

Editor : Nathania Riris Michico

Tidak ada komentar:

Posting Komentar