TERAPKAN HUKUM RAJAM KE LGBT, SULTAN MINTA SEMUA PIHAK HORMATI BRUNEI
BANDAR SERI BEGAWAN, iNews.id -
Sultan Hassanal Bolkiah meminta semua pihak menghormati Brunei Darussalam meski
tidak setuju dengan penerapan Hukum Pidana Syariat Islam yang mencakup hukuman
rajam sampai mati bagi pelaku zina dan hubungan seks sesama jenis. Penerapan
hukum rajam dimulai 3 April mendatang.
Setiap orang di Brunei yang dinyatakan bersalah atas
pelanggaran hubungan seks sesama jenis termasuk lesbian, gay, biseksual dan transgender
(LGBT) akan dikenai hukuman baru tersebut. Selain rajam, eksekusi potong tangan
bagi pencuri juga akan diberlakukan.
Hukum Pidana baru itu sejatinya sudah diumumkan pada
Mei 2014 oleh Sultan Hassanal Bolkiah yang bertindak sebagai Perdana Menteri Brunei.
Namun, pelaksanaannya ditunda dan diberlakukan secara bertahap sampai akhirnya
diterapkan penuh pada 3 April mendatang.
Seruan Sultan Bolkiah untuk menghormati aturan di
Brunei itu muncul dalam situs web pemerintah setempat.
"Pemerintah
tidak mengharapkan orang lain untuk menerima dan setuju dengan itu, tetapi akan
cukup jika mereka menghormati bangsa dengan cara yang sama seperti dia juga
menghormati mereka," demikian bunyi pernyataan di situs tersebut, mengutip
pernyataan Sultan Bolkiah, seperti dikutip CNN, Jumat (29/3/2019).
Berbagai kelompok hak asasi manusia (HAM) mendesak
Brunei membatalkan penerapan hukuman seperti itu. Kelompok HAM Amnesty
International yang berbasis di London menyebutnya sebagai hukuman yang
mengerikan.
"Melegalkan
hukuman yang kejam dan tidak manusiawi itu mengerikan," kata Rachel
Chhoa-Howard, peneliti Brunei di Amnesty International.
"Beberapa
potensi pelanggaran seharusnya tidak dianggap kejahatan sama sekali, termasuk
hubungan seksual konsensual antara orang dewasa dengan jenis kelamin yang
sama."
"Brunei
harus segera menghentikan rencananya untuk menerapkan hukuman kejam ini dan
merevisi hukum pidana sesuai dengan kewajiban hak asasi manusianya,"
lanjut Chhoa-Howard.
"Komunitas
internasional harus segera mengutuk tindakan Brunei untuk menerapkan hukuman
kejam ini ke dalam praktik."
Matthew
Woolfe, pendiri kelompok HAM The Brunei Project, juga menyuarakan desakan
serupa.
"Kami
mencoba untuk menekan Pemerintah Brunei, tetapi menyadari ada jangka waktu yang
sangat singkat sampai undang-undang itu berlaku," demikian pernyataan
kelompok HAM yang berbasis di Australia tersebut.
Kelompok itu
menyerukan pemerintah Australia untuk meningkatkan tekanan diplomatik terhadap
Brunei.
"Kami
terkejut bahwa pemerintah sekarang memberikan tanggal dan mempercepat
implementasi," kata Woolfe.
Woolfe
mengatakan, belum ada pengumuman publik besar-besaran tentang implementasi
perubahan Hukum Pidana selain dari pernyataan yang di-posting di situs Jaksa
Agung Brunei pada akhir Desember 2018, yang baru terungkap pekan ini.
Editor :
Nathania Riris Michico
Tidak ada komentar:
Posting Komentar