Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh ...
Alhamdulillah dalam muslimah blog update kembali tentang "Seputar Fiqih" dengan judul "Hukum Tas dan Dompet dari Kulit Ular dan Buaya serta Hukum Jual Belinya"
Selamat membaca ...
Bagaimana hukum sebenarnya
dari tas, dompet, ikat pinggang, dan aksesoris lainnya yang terbuat dari kulit
binatang buas seperti dari kulit ular dan kulit buaya? Apakah kulit-kulit tersebut
suci? Bagaimana hukum jual belinya?
Ada tiga riwayat yang disebutkan dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah sebagai berikut.
Ada tiga riwayat yang disebutkan dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah sebagai berikut.
HADITS
KE-18
وَعَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – – إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
. وَعِنْدَ الْأَرْبَعَةِ: – أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ –
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika
kulit hewan telah disamak, kulit tersebut menjadi suci.” (Diriwayatkan
oleh Muslim) [HR. Muslim, no. 366]
Menurut riwayat Imam yang
Empat, “Kulit hewan apa pun yang telah disamak, maka
ia menjadi suci.” [HR. Abu Daud, no. 4123; Tirmidzi,
no. 1728; An-Nasa’i, 7:173; Ibnu Majah, no. 3609]
HADITS
KE-19
وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ
الْمُحَبِّقِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – – دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ – صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ
Dari Salamah bin
Al-Muhabbiq radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyamak kulit bangkai adalah
menyucikannya.” (Hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban) [HR. Ibnu Hibban,
no. 4522 dan Ahmad, 25:250. Hadits ini sahih lighairihi. Lihat
Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:89].
HADITS
KE-20
وَعَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ
الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: – مَرَّ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِشَاةٍ
يَجُرُّونَهَا، فَقَالَ: “لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟” فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ،
فَقَالَ: “يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ” – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالنَّسَائِيُّ
Dari Maimunah radhiyallahu
‘anha berkata bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam melewati seekor kambing yang sedang diseret orang-orang.
Kemudian beliau bersabda, “Alangkah baiknya jika engkau mengambil kulitnya.”
Mereka berkata, “Kambing ini benar-benar telah mati.” Beliau bersabda,
“Kulitnya dapat disucikan dengan air dan daun salam.” (Diriwayatkan
oleh Abu Daud dan An-Nasa’i). [HR. Abu Daud, no. 4126 dan An-Nasa’i, 7:174-175]
Faedah hadits
- Hadits Ibnu
‘Abbas menunjukkan bahwa kulit apa saja yang disamak, maka menjadi suci,
baik berasal dari hewan suci ketika hidupnya seperti unta, sapi, dan
kambing, atau berasal dari hewan yang tidak suci ketika hidupnya seperti
anjing dan babi.
- Menurut
madzhab Hambali dan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, kulit bangkai
yang menjadi suci adalah kulit dari hewan yang halal disembelih, berarti
dari hewan yang halal dimakan. Hal ini adalah kesimpulan dari hadits
Maimunah.
- Adapun
kulit dari hewan yang tidak halal disembelih walaupun suci ketika hidupnya
(seperti kucing), maka tidaklah suci kulitnya walaupun disamak. Karena
penyembelihan tidak menghalalkannya. Kesucian hewan tersebut ketika
hidupnya hanya karena sulit menghindar dari hewan semacam itu.
- Memang dari
hadits menyatakan semua kulit apa pun itu jadi suci ketika disamak. Namun,
dalam rangka wara’ (kehati-hatian), kulit hewan yang jadi suci hanya dari
hewan yang halal dimakan, bukan dari selain itu. Hal ini demi menjalankan
hadits mengenai meninggalkan yang syubhat.
- Menyamak
itu menyucikan kulit bangkai.
Masalah
kulit hewan buas (kulit ular dan buaya)
Berdasarkan pendapat yang
menyatakan sucinya kulit apa pun ketika disamak, tetap saja kulit hewan buas
(seperti kulit buaya, kulit harimau, kulit ular) tidak boleh digunakan. Hal ini
berdasarkan hadits larangan mengenakan kulit hewan buas yaitu dari hadits
Al-Miqdam bin Ma’dikarib. Al-Miqdam pernah mendatangi Mu’awiyah lantas berkata
padanya,
أَنْشَدُكَ
بِاللهِ: هَلْ تَعْلَمُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ نَهَى عَنْ لُبُوْسِ جُلُوْدِ السِّبَاعِ وَالرُّكُوْبِ
عَلَيْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ
“Aku bersumpah dengan
nama Allah bukanlah engkau tahu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengenakan kulit hewan buas dan
menunggangi (menaiki) di atasnya?” Mu’awiyah menjawab, “Iya.”
(HR. Abu Daud, 4131; An-Nasai, 7:176. Hadits ini sahih memiliki syawahid atau
banyak penguat yang saling menguatkan. Lihat catatan kaki dalam Minhah
Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:93. Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah
Ash-Shahihah, no. 1011 menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid, perawinya
tsiqqah–terpercaya–. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan dalam catatan Sunan Abu
Daud, hadits ini hasan).
Kesimpulan:
- Menggunakan
aksesoris dari kulit hewan yang halal dimakan seperti dari kulit sapi,
hukumnya boleh. Kalau kulitnya dari bangkai sapi—misalnya–, jadi suci
dengan cara disamak.
- Kulit
anjing dan babi tetap najis menurut madzhab Syafii meskipun disamak karena
najisnya adalah najis ‘ain yaitu najis pada bendanya,
maka tidak bisa jadi suci dengan cara apa pun sebagaimana najisnya
bangkai, darah, kencing, dan semacamnya. Lihat Al-Mu’tamad fii
Al-Fiqh Asy-Syafii, 1:47.
- Kulit hewan
yang haram dimakan seperti kulit ular dan kulit buaya itu suci menurut
kalangan ulama yang menganggap semua kulit hewan yang disamak jadi suci.
- Kulit dari
hewan buas seperti buaya dan ular kalaupun dianggap suci setelah disamak,
tetapi haram digunakan berdasarkan hadits Al-Miqdam bin Ma’dikarib.
Jual
beli kulit hewan buas
Dalam buku “Harta Haram
Muamalat Kontemporer” (hlm. 82, cetakan ke-22) disebutkan, “Larangan
menggunakan kulit hewan buas bukanlah karena kulitnya dihukumi najis. Akan
tetapi, karena hal itu menyerupai orang-orang kafir dan dapat
mendatangkan keangkuhan. Dengan demikian apakah boleh menjual belikan
kulit binatang buas, seperti kulit ular dan buaya yang telah disamak terlebih
dahulu? Para ulama dalam madzhab Hanafi dan Maliki membolehkan menjualnya, dan
uang hasil penjualannya halal. Namun, para ulama madzhab Syafii dan Hambali
mengharamkan jual beli kulit hewan tersebut, bukan karena najisnya. Akan
tetapi diharamkan karena penggunaan kulit tersebut dilarang oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, tidak boleh dijual dan hasil
penjualannya haram. Ini merupakan pendapat terkuat karena
pendapat ini menggabungkan dalil-dalil yang membolehkan dan melarang penggunaan
kulit binatang buas. Wallahu a’lam.”
Referensi:
- Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan
kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul
Qalam.
- Harta Haram Muamalat Kontemporer. Cetakan
ke-22, Juli 2019. Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. Penerbit P.T. Berkat Mulia
Insani.
- Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan
keempat, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar
Ibnul Jauzi
Sumber :
rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar