Media Penjernih Pemikiran Umat

Minggu, 29 Maret 2020

Omnibus Law : Saatnya Mahasiswa Bergerak

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

Alhamdulillah dalam muslimah blog update kembali 'Berita Terkini' dengan judul "Omnibus Law : Saatnya Mahasiswa Bergerak".



Selamat membaca .
Omnibus Law RUU Perpajakan dan RUU Cipta Kerja sedang digodog pemerintah, namun hingga
hari ini menuai reaksi pro-kontra dari masyarakat. Undang-Undang yang ada terlalu kaku dan
menghambat iklim investasi. Diharapkan dengan hadirnya Omnibus Law akan mempercepat
kedatangan investor yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru serta meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Menyoal RUU Cipta Kerja, sebagian pihak menilai, alasan investasi yang bisa menciptakan
lapangan kerja hanyalah kamuflase dari proyek RUU Cipta Kerja ini. Kehadiran investor asing
sejatinya tak berefek apapun pada lapangan pekerjaan. Buktinya, tenaga kerja asing justru
mengalir deras mendatangi Indonesia semenjak kran investasi dibuka selebar-lebarnya. Malah
yang ada angka pengangguran terbuka makin meluas.
Ada sembilan aturan yang menjadi substansi dalam RUU Omnibus Law. Yaitu penyederhanaan
izin usaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM,
administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi (menghapus pidana), pengadaan lahan, serta
kemudahan proyek pemerintah dan kawasan ekonomi.
Dalam pembahasannya, RUU ini menuai polemik dan kontroversi. Di antaranya yang paling
disorot ialah RUU Cipta Kerja. RUU ini dinilai banyak merugikan buruh dan pekerja. Terdapat
beberapa aturan yang berbeda dengan UU Ketenagakerjaan.
Pertama, upah minimum akan menggunakan standar provinsi. Padahal sebelumnya upah
minimum menggunakan standar kota/kabupaten. Kedua, dalam omnibus law bonus atau
penghargaan disesuaikan dengan masa kerjanya. Sementara dalam UU Ketenagakerjaan, bonus
atau penghargaan tidak diatur sebelumnya.
Ketiga, pemerintah berencana memperpanjang waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam per
hari dan 18 jam per minggu. Dalam UU Ketenagakerjaan, waktu kerja ini paling banyak hanya 3
jam per hari dan 14 jam per minggu, sebagaimana dikutip dari katadata.co.id, 18/2/2020.
Keempat, pembayaran upah bagi pekerja yang berhalangan tak lagi disebutkan dalam Omnibus
Law. Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan, pekerja masih mendapat upah sebesar 25-100 persen
jika ia sakit, cuti menikah atau melahirkan, atau ada anggota keluarga yang meninggal.
Kelima, dalam pemutusan hubungan kerja, pekerja mendapat uang pesangon atau uang
penghargaan sesuai masa kerja dan uang penggantian hak. Namun, dalam omnibus law uang
penggantian hak itu dihilangkan.
Selain pasal dalam RUU Ciptaker tersebut, kontroversi berlanjut dalam draf pasal 170 yang
menyebutkan peraturan pemerintah bisa mengubah Undang-Undang. Padahal dalam hierarkinya,
PP ada di bawah UU. Tak heran pasal ini berpotensi mengubah negara menjadi otoriter.
Bila pemerintah tak berkenan, semua UU bisa diubah sesuai PP yang dikehendaki pemerintah.
Setelah ramai dibahas, dengan entengnya pemerintah menyebut kalimat dalam pasal 170
tersebut salah ketik. Hal itu disampaikan melalui Menko Pulhukam, Mahfud MD.
Dari beberapa paparan diatas dapat kita pahami bahwa omnibus Law rakyat menjadi korban
karena beberapa hak yang seharusnya didapatkan oleh rakyat justru semua itu akan ditiadakan,
ini jelas merugikan kepentingan rakyat. Serta generasi muda akan sulit mendapat pekerjaan stabil. Tidak menentu dan terombang ambing. Di sinilah potensi pengangguran terbuka itu
terjadi.
Selain itu omnibus law adalah praktik nyata sistem kapitalisme neoliberal. Memberi keuntungan
sebesar-besarnya bagi korporasi. Mengabaikan hak-hak rakyat. Makin teguhlah rezim
korporatokrasi ini berdiri. Negara berdiri bersama kapitalis, sementara rakyat diperlakukan
bagai sapi perah.
Inilah fakta perselingkuhan penguasa dan pengusaha. Negara hanya berperan sebagai regulator,
penguasa sesungguhnya adalah korporasi yang berlindung di balik pemerintah. Undang-Undang
dibuat hanya untuk memberi keleluasaan bagi pengusaha menguasai perekonomian negara.
Dalam hal ini, peran negara mandul dan lemah.
Sebagai mahasiswa dan khususnya aktifis kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus
menolak dengan keras omnibus Law ini. Untuk itu sebagai mahasiswa dan aktifis kita harus
menyampaikan ke umat bahwa omnibus Law tidak baik dan benar karena omnibus Law pada
ayat-ayat didalamnya jelas menggambar kan bahwa akan merugikan masyarakat dan hanya
menguntungkan korporasi. Kita juga harus berani menyampaikan opini ke Pemerintah bahwa omnibus Law bukanlah aturan yang baik dan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar